Kekalahan di derby London dari Chelsea menyisakan banyak PR bagi Arsene Wenger. Inilah lima pelajaran dari kekalahan perdana Arsenal musim ini.
Chelsea semakin mempertegas kedigdayaan mereka setelah melibas Arsenal 2-0 dalam derby London untuk membuat gap lima poin dengan rival terdekat di tabel Liga Primer Inggris.
Eden Hazard mencetak gol pembuka di babak pertama dari sepakan 12 pas usai bintang Belgia ini dijatuhkan di box terlarang. Diego Costa menggandakan kedudukan di paruh kedua lewatan tendangan chip yang dengan indah meluncur melewat Wojciech Szczesny, satu momen buah dari kreasi umpan panjangCesc Fabregas, eks kapten The Gunners.
Si Gudang Peluru pun kini tercecer di posisi kedelapan dan raihan negatif ini merupakan kekalahan perdana bagi mereka. Sejenak, loyalis Emirates harus menghela nafas dalam-dalam dulu untuk lebih lanjut berbicara mengenai peluang juara.
Goal Indonesia mencatat lima pelajaran yang bisa dipetik Arsenal dari kekalahan mereka di Stamford Bridge.
Melihat dua manajer bersitegang, dengan saling mendorong dan tarik-menarik dasi, jadi satu pemandangan yang boleh dikatakan menggelikan. Bukan hal besar, tapi tetap saja lucu untuk dipandang.
Dua manajer cerdas, berwibawa dan terdidik justru kali ini terlihat layaknya anak-anak sekolah yang sedang berkelahi. Konyol namun menghibur.
Sepertinya Arsene Wenger harus lebih legowo menerima kenyataan dirinya yang masih, masih dan masih belum bisa mengalahkan Jose Mourinho secara head-to-head.
Bayang-Bayang Cesc Fabregas |
Satu sosok yang jadi sorotan di laga derby London ini tentu saja tertuju pada Cesc Fabregas, pemain yang sudah memainkan 336 pertandingan dengan balutan seragam Arsenal di tahapan awal kariernya.
Mendapati dirinya sebelum kick-off berada di pihak lawan, loyalis The Gunners tak kuasa untuk tidak mencemooh kala nama Fabregas diumumkan dalam starting line-up.
Namun dia menjadi salah satu pemain yang paling bersinar di laga ini. Dia mendistribusikan bola-bola manja dari dalam. Puncaknya saat dia manhbiskan dirinya sebagai kreator ulung dengan memberi sebuah umpan empuk yang membelah pertahanan Arsenal untuk kemudian dikonversi Diego Costa menjadi gol.
Dia merayakan gol bersama sang striker, namun boleh jadi itu akan adalah pengalaman yang aneh bagi pemain 27 tahun tersebut. Akan tetapi, reuni pengemas assist terbanyak di Liga Priemr Inggris itu [tujuh assist] dengan bekas klubnya memberi kegembiraan besar bagi The Blues di akhir 90 menit.
Taktik Keliru & Sosok Gelandang Bertahan |
Arsenal seperti memaksakan memainkan formasi 4-1-4-1 yang berubah menjadi 4-5-1 kala mereka kalah dalam penguasaan bola dalam kunjungan pertamanya ke Stamford Bridge di musim ini.
Taktiknya cerdas, dan tim mulanya memaikannya dengan amat baik untuk membelenggu ruang kreasi pemain macam Eden Hazard yang kerap berupaya memecah pertahanan The Gunners. Namun yang jadi soal, Mathieu Flamini rupanya tidak cukup punya pendirian di laga ini, sehingga membuat kerinduan Arsenal akan sosok gelandang bertahan selama bertahun-tahun kembali membumbung tinggi. Penggawa Prancis itu adalah tipikal pemain perebut bola yang andal, tapi di sini dia sering kali keluar dari posisinya, tidak memiliki kedisiplinan dan tidak tampil tenang untuk menjembatani lini belakang dan depan.
Taktik 4-1-4-1 yang dimainkan Wenger masuk akal, mengingat materi pemain tengahnya yang kaya. Namun yang diperlukan adalah sosok sejati orang pertama yang memutus serangan awal lawan.
Bayern Munich merevolusi posisi Philipp Lahm menjadi gelandang untuk berperan sebagai anchorman. Di sini ada kecerdasan Pep Guardiola dalam membaca inteleginsi sang fullback yang memiliki semua atribut penting yang dibutuhkan oleh pemain bernaluri defensif. Faktor ini yang Wenger tidak miliki. Flamini bukan tipe pemain pemikir, dan tak bisa dikatakan jenderal lapangan tengah.
Arsenal harus mempertimbangkan kebijakan transfer mereka pada Januari mendatang untuk menambal kerapuhan di pos gelandang bertahan. Sulit berharap juara jika skema taktik yang dipakai Wenger menghadapi tim-tim besar tetap demikian namun tidak ditopang gelandang defensif kelas dunia.
Kreativitas Lini Kedua Buntu |
Jose Mourinho pintar. Mungkin dia adalah salah satu manajer yang paling hobi bermain aman. Dalam posisi unggul 1-0, dia lantas memasukkan Jon Obi Mikel sebelum menginjak menit ke-70.
Beberapa pihak mungkin akan mempertanyakan kenapa tidak berusaha menang gemilang ketimbang mempertahankan kedudukan. Tapi demikianlah Morinho. Dia selalu punya rencana, dan strategi ini terbukti manjur.
Keberadaan Mikel dan Matic di depan empat bek membuat The Blues bisa dengan nyaman meredam kreativitas anak-anak London Utara. Terbukti, umpan-umpan mengancam Arsenal yang biasa mengalir ke pemain-pemain cepat mereka di sektor sayap jarang terlihat di sini karena bisa dintersep dengan baik.
Semakin lengkap barikade pertahanan Chelsea karena di sana ada Cesc Fabregas yang memainkan tanggung jawab sebagai deep-laying playmaker, peran yang lantas memudahkan dia memberi umpan ekselen kepada kompatriotnya Diego Costa untuk memastikan kemenangan.
Danny Welbeck & Jack Wilshere Kurang Meneror |
Performa keduanya di Stamford Bridge sukses menghasilkan serangkaian pemandangan yang menghibur para suporter kala mereka berdansa di teritori pertahanan Chelsea.
Namun, mereka terlampau banyak melakukan pergerakan dan umpan demi umpan ketimbang meneror pertahanan tuan rumah. Menghadapi tim seperti Chelsea, para penyerang dan gelandang di tim Anda tidak hanya harus memaksimalkan setiap peluang yang muncul, tapi juga sesigap mungkin 'menerkam' sekecil apa pun celah di sekitar kotak terlarang sang seteru.
Jika saja Wilshere dan Welbeck menarik pelatuk alias lebih berani melepas tembakan demi tembakan ketimbang berpikir panjang demi menemukan ruang yang tepat agar shot mereka sempurna, mereka mungkin bisa melebarkan senyuman di akhir pertandingan.
Setidaknya peluang mencetak gol bakal tehampar dari usaha kotor dalam melakukan percobaan eksekusi ke gawang langsung.